Kamis, 08 November 2007

KEBEBASAN BATIN

KEBEBASAN BATIN

Kalo memang manusia diciptakan untuk memuji, menghormati dan mengabdi Allah dan dengan itu menyelamatkan jiwanya maka segala macam keterikatan tubuh dan psikologis terhadap segala macam hal di dunia ini adalah sementara. Jiwa yang akan hidup kekal harus bebas dari semua keterikatan – tak teratur – atas segala macam hal di dunia ini termasuk terhadap hubungan-hubungan manusiawi dengan sesamanya.

Itu berarti jiwa memang harus lepas bebas dari segala macam obsesi terhadap rasa perasaan manusia. Ia tidak menginginkan kegembiraan lebih dari kesusahan, cinta lebih dari pada dendam dan benci, kenikmatan lebih dari pada penderitaan. Itu berarti juga lepas bebas terhadap hubungan dengan orang lain. Tidak lekat dengan pasangan sedemikian rupa sehingga jiwa dikuasai ketakutan akan kehilangan. Itu berarti juga lepas bebas dari segala macam keterikana terhadap benda-benda yang ada di dunia ini. Semua hanya akan dipakai atau dipilih apabila itu akan menambah atau mendukung tercapainya tujuan hidup manusia. Itu berarti lepas bebas dari segala macam keinginan akan kekuasaan dan kedudukan.

Orang yang mengalami kebebasan batin akan merasakan bahwa hidup itu begitu damai dan membahagiakan dengan segala macam kesibukan dan tantangannya. Apa yang dia lakukan adalah keputusan sadar dan penuh tanggung jawab sebagai manusia yang diciptakan dengan suatu tujuan. Wujud dari tujuan-tujuan itu akan mengalir sedemikian rupa bila semua hal dilakukan dengan penuh kesadaran dan kasih yang besar.

Orang yang mengalami kebebasan batin akan memandang hari-hari dengan penuh kegembiraan dan semangat untuk maju dan melayani. Tidak ada ketakutan akan hari besok. Tidak ada penyesalan akan hari yang sudah berlalu. Tidak ada kekuatiran akan apa yang akan dimakan dan diminum. Tidak ada kekhawatiran akan ditinggalkan dan tidak dicintai. Orang yang mengalami kebebasan batin akan mengungkapkan dan mewujudkan kelimpahan rahmat cinta kasih Allah dalam semua gerak hidupnya. Ia akan berjalan dengan cinta. Ia akan berbicara dengan cinta. Ia akan berbuat dengan cinta. Ia akan berpikir tentang bagaimana mencintai dalam hidup sehingga hidup berarti mencintai dan mencintai berarti hidup – to live is to love, to love is to live.

Dan semua itu sungguh sesuatu yang bisa dicapai! Itu bukan cita-cita jauh di awang-awang. Itu semua bisa dilakukan, diwujudkan…. Dan aku mengalaminya. Aku bersyukur karenanya.

Senin, 05 November 2007

PENGALAMAN ROHANI

PENEGUHAN PANGGILAN

Sabtu, 24 Februari 2007

DI GUA MARIA JATININGSIH

Aku berangkat dari rumah Solo sekitar jam 08:00 WIB. Setelah mengantar Fina ke sekolahan aku langsung menuju kantor untuk sejenak melihat kegiatan kerja lembur hari Sabtu. Kiky [ Prod. Manager ] yang semula ingin ikut aku tidak jadi ikut. Aku berangkat sendiri ke Balong.

Sejak semula aku memang ingin mampir dulu ke Gua Maria Jatiningsih, Klepu, Sleman. Perjalanan ke arah kampungku dari Yogyakarta melewati Klepu. Ada sesuatu yang mendorongku untuk ke sana dan untuk pulang kampung menengok orang tua yang sudah lama tidak aku tengok. Aku merasa tidak begitu damai dan ada perasaan mengganjal dalam hatiku.

Sejak setelah lepas dari kota Yogya sampai ke pertigaan menuju ke Gua Maria aku mencucurkan air mata. Aku melihat betapa besar cinta Allah kepadaku dan kepada orang-orang yang aku kenal selama ini bersamaku untuk belajar berdoa dan mendekatkan diri padaNya. “Aku tidak tahu”, itu kataku. Aku tidak tahu akan keagungan cinta kasih Allah kepada manusia yang lemah dan berdosa ini. Tapi aku merasa Allah memakai mataku untuk melihat mereka yang Ia cintai. Dia memakai telingaku untuk mendengar keluhan dan jeritan mereka yang ingin dekat denganNya. Allah ingin memakai mulutku untuk mengatakan sesuatu untuk membantu mereka yang berbeban berat dan kesulitan untuk mengampuni dan mencintai, untuk menjadi lebih dekat dengan Yesus.

Aku adalah manusia berdosa yang telah dididik secara khusus olehNya dalam hal berdoa meditasi dan kontemplasi. Lebih dari itu aku adalah orang yang berdosa yang pernah mengalami disembuhkan dari luka-luka batin dan merasakan kebebasan batin. Sekarang ini aku didorong sangat kuat untuk menularkan apa yang pernah kualami agar semakin banyak orang mengalami juga kebebasan batin sehingga mudah untuk bersikap lepas bebas.

Begitu mobil kuparkir aku teringat dulu ketika aku masih di kelas 3 seminari pernah mengalami pengalaman luar biasa di Gua Maria ini. Waktu itu aku akan dimarahi ibuku bersama dengan pacarku di rumah. Sesaat sebelum aku mengalami itu aku ke Gua Maria ini dan di depan patung Bunda Maria aku merasakan getaran hebat bahwa akan ada sesuatu yang terjadi.

Tidak banyak peziarah yang ada di lingkungan Gua Maria siang itu. Aku duduk di dekat tiang rumah depan Gua Maria. Aku mulai dengan menyerahkan seluruh diriku; pikiranku; hatiku; kehendakku; ingatanku; perasaanku; mataku; telingaku; mulutku; otakku. Semuanya adalah anugerah Allah, keserahkan padaNya agar Allah memakai sesuai kehendakNya. Aku telah dididik dan dipersiapkan untuk melakukan sesuatu, aku sudah siap untuk melakukan apa saja yang memang aku mampu lakukan seperti yang Ia kehendaki. Aku tidak kuatir akan apa yang harus aku makan dan minum. Tuhan akan mencukupi semuanya untukku.

Dengan air mata penuh iman dan keyakinan, aku serahkan diriku dan Bapa di surga mendengarnya. Aku yakin Allah mendengarkan persembahanku. Maka aku pun pergi ke kran untuk membasuh muka sambil memandang salib besar di atasku. Aku yakin benar bahwa Yesus yang bangkit adalah Tuhan yang hidup. Roh Yesus ingin agar aku berbuat. Kubasuh mataku, telingaku, mulutku sambil aku ucapkan “kuserahkan mataku agar Engkau pakai, kuserahkan telingaku agar Engkau pakai, kuserahkan mulutku agar Engkau pakai.”

Lalu aku ke depan patung Bunda Maria. Aku ambil gambar dengan HP Nokiaku. Aku fokuskan ke tengah dan ketika ku pencet tombol ambil gambar terekam sebetuk “penampakan” di tengah-tengah layar HP. Aku senang bahwa aku pasti telah menangkap “penampakan” di gambar yang terekam. Sekejap kemudian ketika seluruh badan dan jiwaku bergetar sambil mengamati “gambar” itu , “gambar” itu pun lenyap seakan terbang dari layar HP ku. Gambar yang terekam tinggal gambar Gua Maria dan Patung Bunda Maria. Sebentuk “penampakan” itu pergi dari depan layar HP. Aku hanya sempat sekejap melihatnya, tidak dapat mengatakan bentuk apa itu. Sepertinya itu adalah “sesuatu” yang bergerak cepat tertangkap oleh jepretan kamera. Tapi mengapa “gambar” itu setelah tertangkap di layar lalu hilang lagi seperti terbang dari layar HP?

Setelah itu aku mengambil dua gambar lagi dan aku merasakan terpenuhi oleh beban amat berat. Aku megap-megap. Aku tarik nafas panjang-panjang. Aku merasakan bahwa itu benar-benar Yesus atau Bunda Maria yang ingin meneguhkan niatku untuk menyerahkan diri.

Dalam perjalanan pulang ke arah Balong aku terus mencucurkan air mata. Aku menyadari betapa orang berdosa seperti aku ini boleh mengalami “penampakan” itu. Di tempat yang agak datar di tanjakan aku berhenti menata apa yang sebenarnya kualami. Aku melihat orang gila ada di gardu. Lalu aku menghentikan gejolak perasaanku dan menenangkan diri. Dari sini aku merasakan peneguhan luar biasa bahwa Tuhan ingin agar aku membantu orang untuk bisa mengampuni, untuk bisa mencintai dengan tulus, untuk bisa menerima kenyataan sehingga tidak stres menghadapi kesulitan hidup.

Itu yang memang sudah sejak lama aku cita-citakan dan aku memang dipersiapkan sejak kecil untuk itu. Aku dididik sedemikian lama untuk menjadi seorang pastor, tapi Tuhan membalikkan tujuan itu untuk sesuatu yang lain. Bukan sebagai seorang imam tapi awam yang dari pengalamannya sendiri membantu orang lain untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan yang maha kasih.

Aku menjadi sangat damai. Dalam sekali. Aku ingin mencintai dengan sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya aku mampu mencintai sebagai manusia. Selama ini aku yakin bahwa hanya orang yang sangat suci saja yang akan di”tampaki” oleh Roh Kristus yang telah bangkit. Ternyata Allah adalah Allah yang mahakuasa. Allah bisa menampakkan kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Kepada Saulus yang sangat membenci umatNya saja Dia berkenan menampakkan diri. Kepada orang yang sangat lemah dan berdosa seperti aku Dia berkenan memberikan tanda-tanda yang amat jelas kutangkap dengan mata ragawiku.

Aku ingin hanya bercerita kepada bapakku, orang yang menurutku sangat dekat dengan Allah. Aku hanya akan mengatakan bahwa mulai saat ini Tuhan akan sering menggunakan mulutku untuk berbicara agar banyak orang mendengar suaraku. Dan aku juga akan menceritakan pengalaman ini kepadanya.

Aku memang dilahirkan di antara orang tuaku di kampung halamanku itu. Di antara pohon, sungai-sungai, bukit-bukit dan tebing-tebing pegunungan Menoreh, aku dibesarkan. Tapi sejak kecil aku sudah tahu bahwa aku punya kelebihan dalam hal iman ini. Tuhan ingin agar aku membantu orang lain untuk sembuh dari luka-luka batinya dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan batin.

Aku berencana mengajari beberapa orang untuk bisa membantu hal yang sama.

Dari apa yang kualami selanjutnya dan dari keadaan hatiku sampai saat ini, aku yakin dengan penuh iman bahwa yang aku alami di Gua Maria Jatiningsih adalah benar-benar dari Roh baik. Aku diteguhkan akan panggilan hidupku di hadapan Allah, sebagai manusia yang diciptakan dengan penuh cinta oleh Allah. Aku diajak untuk menunjukkan kepada semakin banyak jiwa bahwa Allah sungguh mencintai mereka.

Aku telah melepaskan semua kutuk yang pernah aku lontarkan kepada orang lain. Aku memaafkan semua kesalahan orang-orang. Aku menjadi hati yang baru dengan rahmat kasih yang besar untuk mencintai semampunya aku mencintai, memaafkan semampu-mampunya manusia bisa memaafkan dan mencintai.

Inilah kesaksianku.

Solo, 26 Februari 2007

PERINGATAN ARWAH

MENGAPA KITA MENDOAKAN ARWAH?

Tiap kali terjadi kematian massal, akibat bencana alam misalnya, bisa dipasatikan banyak jiwa yang sebenarnya tidak siap untuk MATI. Kehidupan yang mereka jalani tiba-tiba sirna. Bagi orang yang beriman Katolik, saat kematian itu adalah saat yang ditunggu-tunggu karena itu merupakan saat dimulainya hidup kekal bersatu dengan Allah. Tetapi bagaimana kalau jiwa mereka memang belum siap? Apa yang akan terjadi setelah kematian tanpa menerima Sakramen Minyak Suci terlebih dahulu? Selamatkah jiwa mereka?

Ajaran Gereja :

Dengan baptis kita dimasukkan sebagai satu kesatuan dengan Gereja dan para Kudus di surga, dengan orang-orang Kristen yang sudah mendahului kita bersatu dalam keluarga kudus di surga. Dengan baptis kita memperoleh jaminan keselamatan. Boleh dikatakan kita sudah masuk dalam daftar penghuni surga. Oleh karena itu mestinya orang Katolik kalau sudah mati hanya ada dua kemungkinan : 1) masuk surga, langsung bersatu dengan Allah jika hidupnya di dunia sungguh-sungguh suci; 2) masuk ke purgatorio, api penyucian ( bukan pencucian / api tidak bisa mencuci ). Neraka hanya untuk orang yang tidak beriman ( atau hidup sama sekali tidak seperti orang yang punya iman ).

Orang Kristen itu bukan berbuat baik untuk/agar bisa naik surga ( nabung kebaikan agar ndapat pahala ). Perbuatan baik atau hidup yang baik di dunia ini bagi orang Kristen adalah kesaksian sebagai orang beriman yang sudah memperoleh keselamatan. Perbuatan baik itu adalah berlimpahnya kasih yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Keselamatan itu sungguh merupakan anugerah bukan hasil usaha manusia. Anugerah yang amat sangat besar itu ( hidup kekal, kebahagiaan kekal ) berbuah kebaikan yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Tuhan yang pertama bertindak menyelamatkan. Tanggapan atas tawaran keselamatan itu adalah IMAN. Dibaptis adalah titik di mana kita dimeteraikan oleh keselamatan. Janji babtis adalah janji untuk mewujudkan kelimpahan keselamatan itu dalam hidup. Saat MATI adalah saat kepenuhan misteri penyelamatan itu di mana kita meninggalkan yang duniawi dan bersatu dengan Allah. Orang beriman tidak takut MATI, karena itu adalah saat yang dinanti nantikan untuk menggenapi janji keselamatan.

Bagaimana jika dalam hidup di dunia ini orang Kristen berdosa? Hidupnya tidak suci? Meskipun sudah memohon maaf dan pengampunan serta dimaafkan apakah jiwanya bisa langsung bersatu dengan Allah di surga? Bagaimana dengan denda-denda dosa dan perbuatan silih atas dosa-dosa? Apakah orang yang sudah mati bisa menjalani perbuatan silih atas dosa-dosa?

Mengapa perlu didoakan – mendoakan ?

Mengapa Gereja mendoakan orang yang sudah mati? Apakah arwah orang yang sudah mati itu tidak dapat berdoa? Apa para kudus di surga tidak bisa mendoakan? Mengapa kita minta doa kepada para Kudus di surga?

Kita mendoakan orang yang sudah mati bukan untuk memohonkan pengampunan. Yang memohon ampun adalah orang yang melakukan dosa itu sendiri. Kita mendoakan agar mereka memperolah kerahiman Allah dan dibebaskan dari api penyucian. Meskipun sudah diampuni, orang tetap harus menjalani denda dosa dan perbuatan silih. Orang yang sudah mati tidak bisa menjalani perbuatan silih dan denda dosa karena mereka sudah tidak memiliki tubuh untuk mewujudkannya. Kita yang masih memiliki tubuh, pikiran, dan kehendak, mendoakan mereka agar mereka segera terbebas dari api penyucian dan bisa bersatu dengan Allah di surga. Doa-doa kita itulah boleh dikatakan sebagai silih atas dosa-dosa mereka. Perbuatan ini adalah wujud saling dukung-mendukung bagi mereka yang sudah meninggal karena kita adalah satu kesatuan Gereja. Mereka yang masih di api penyucian membutuhkan pertolongan kita yang masih ada di dunia ini untuk menjalani perbuatan silih atas dosa-dosa. Itu bisa berupa, misalnya, doa novena, doa Bapa Kami dan Salam Maria, doa mohon kerahiman Ilahi bagi jiwa-jiwa di api penyucian.

Doa-doa kita itu tidak hanya untuk pribadi-pribadi tertentu yang kita kenal saja. Banyak sekali jiwa-jiwa di api penyucian yang sudah antri minta didoakan, dimohonkan kerahiman Ilahi agar segera terbebas dari api penyucian.

Bagaimana supaya bisa terbebas dari “siksaan” api penyucian?

  1. Jangan punya dendam. Sebelum mati harus sudah bersih hati dan jiwa dari segala macam dendam. Apa yang terikat di dunia akan terikat di akhirat. Banyak jiwa-jiwa yang sulit sekali lepas dari api penyucian karena sampai detik mereka meninggalkan dunia fana (mati) masih menyimpan dendam di dalam hatinya. Ketika sudah mati jiwanya sudah tidak bisa melepaskannya sendiri. Oleh karena itu butuh pertolongan dari mereka yang masih ada di dunia ini dan bisa mendoakan mereka.
  1. Banyak berdoa untuk para arwah yang sangat membutuhkan bantuan doa dari yang masih hidup di dunia. Berdoa bagi para arwah adalah wujud kasih persaudaraan kita sebagai satu Gereja. Tolong-menolong agar kita semua dapat bersatu dalam Kerajaan Allah di Surga.
  1. Sesering mungkin bersatu dengan Kristus melalui sakramen Maha Kudus. Ikut misa sebanyak mungkin. Kesatuan dengan Tubuh Kristus ini boleh dikatakan sebagai latihan untuk selalu bersatu dengan Allah di surga. Orang yang bersatu dengan Tubuh Kristus mestinya dalam hidupnya akan selalu memancarkan kasih Allah yang terwujud dalam tindakan sehari-hari.

Kesimpulan :

Bagi orang beriman kematian bukan untuk diratapi dan menyebabkan kehilangan harapan. Kematian adalah awal dari kehidupan baru, hidup dalam keselamatan ALLAH. Seharusnya orang beriman tidak takut mati.

Kenyataan bahwa banyak orang beriman semasa hidupnya berlumuran dengan dosa-dosa dan pada saat mati belum menjalani denda dan perbuatan silih atas dosa-dosanya, maka jiwa-jiwa mereka masuk dalam api penyucian. Mereka itu membutuhkan pertolongan agar bisa segera bebas dari api penyucian.

Orang Kristen harus selalu berjaga-jaga karena kematian dapat datang setiap saat yang kita tidak tahu. Akan tetapi sebagai orang yang beriman, kita percara bahwa keselamatan sudah pasti diberikan kepada kita. Sebelum mati sedapat mungkin orang Kristen menerima sakramen minyak suci sebagai persiapan bersatu dengan Allah. Jangan sampai mati tanpa sempat bertobat.

Maka dalam setiap doa Salam Maria, kita mohon agar didoakan sampai detik kita mati pun kita tetap terjaga dan sempat bertobat dan mohon ampun atas dosa-dosa kita.

Berdoalah bagi jiwa-jiwa mereka yang menjadi korban gempa !

Surakarta, 30 Mei 2006 Sunandar



Minggu, 04 November 2007

Dari Lereng Gunung Kucir


Ketika aku berada di atas bukit Kucir aku bisa memandang sejauh mataku bisa memandang ke arah manapun. Di situ pula aku mulai perjalanan terjal menuju kebebasan batin. Mengapa dari puncak itu? Karena di lerengnya aku dilahirkan di antara pohon-pohon dan sungai-sungai. Bila tujuannya adalah kebebasan batin maka arah mana yang akan kutempuh?

Tujuan itu harus aku gali lagi dari keberadaanku di dunia ini. Aku diciptakan. Aku diciptakan untuk memuji, menghormati dan mengabdi Allah penciptaku. Apa hubungannya dengan kebebasan batin? Untuk dapat mewujudkan tujuan itu aku merasa perlu mencapai lebih dulu kebebasan batin itu. Apa itu kebebasan batin dan mengapa itu perlu untuk mencapai tujuan manusia diciptakan? Jawabannya ada dalam kisah perjalanan terjal itu.