Rabu, 02 Juni 2010

TALI SEPATU

Gara-gara Tali Sepatu, Berat Badan Turun 6 kg

Tentu saja tidak ada hubungan langsung antara tali sepatu dengan turunnya berat badan. Tapi baiklah saya mengatakan tali sepatu sebagai pemicunya. Yang jelas berat badan saya turun dari 6 kg dalam kurun waktu 4 bulan. Ini tentu bukan penurunan yang drastis tentu saja. Akan tetapi apa yang terjadi di balik turunnya berat badan itu yang menarik untuk saya ceritakan di sini. Dalam kesempatan ini pun saya tidak mau berpromosi tentang cara saya ini.

Suatu hari di bulan Desember tahun lalu, pagi-pagi saya agak terburu mau berangkat kerja sekalian mengantar anak-anak sekolah. Tiba-tiba saya sadar bahwa saya mengalami kesulitan untuk mengikat tali sepatu karena terganjal perut saya yang mulai membuncit. Sungguh sulit bagi saya membungkukkan badan untuk menjangkau tali sepatu. Saya gemuk sekali ini. Tinggi badanku 172, berat badan 84 kg. Makan sedikit saja terasa sudah kenyang dan mengganjal. Tidak nyaman. Saya harus melakukan sesuatu. Itulah moment saya membuat keputusan: saya ingin memiliki tubuh yang sehat dan berat badan normal.

Bukan kali itu saja saya menyadari bahwa berat badan saya sudah melampaui batas normal. Bukan sekali atau dua kali saja saya mencoba banyak cara untuk menurunkan berat badan, mulai dengan minum teh produk tertentu yang katanya efektif menurunkan berat badan sampai usaha membakar lemak dengan olah raga. Semua berakhir dengan keluhan, “Aku nih makan dikit tapi kok tetap gemuk ya.”

Re-programing Otak : menjadi – melakukan – mempunyai

Pada waktu saya memutuskan untuk memiliki tubuh yang sehat dengan berat badan normal itu sebenarnya ada beberapa hal yang terjadi di dalam diri saya. Saya memutuskan untuk memprogram ulang bagian bawah sadar saya. Saya mulai dengan memasukkan program baru dalam otak saya, yaitu program pola makan. Saya akan makan atau memasukkan asupan makanan ke dalam tubuh saya secukupnya sesuai kebutuhan tubuh. Saya makan bukan pertama-tama untuk menghilangkan rasa lapar.

Saya jadi teringat apa yang dikatakan Robert T. Kiyosaki dalam bukunya Casflow Quadrant. Dia mengulas tentang “menjadi-melakukan- mempunyai.” Dalam keterangannya, dia mengatakan bahwa “mempunyai” adalah tujuan dari ketiga tahapan itu. Misalnya, saya ingin mempunyai tubuh yang sehat dan atletis, mempunyai pacar yang sempurna dan sebagainya. Biasanya orang akan menyusun daftar apa yang harus mereka “lakukan” untuk mencapai tujuan itu. Misalnya, untuk memiliki tubuh yang sempurna lalu orang melakukan berbagai macam diet, berolah raga di pusat kebugaran. Untuk mendapatkan pasangan yang sempurna, orang sibuk “mencari” di lingkungan kampus, Gereja, tempat kerja dan sebagainya. Kebanyakan berakhir dengan kebiasaan semula.

Bagaimana dengan “menjadi”? Dalam kasus saya, saya tidak lagi sekedar melakukan apa yang biasa dilakukan orang untuk menurunkan berat badan. Fokus saya ada pada saya harus menjadi pribadi macam apa atau siapa untuk bisa menjalani diet atau mengatur pola makan. Lalu saya mengubah cara berpikir saya, merubah atau memprogram ulang mekanisme bawah sadar saya. Saya menjadi orang yang mampu melakukan program pengendalian pola makan saya sendiri. Saya tidak memusatkan perhatian pada apa yang harus saya lakukan, tetapi pada pribadi macam apa yang harus saya bentuk.

Sehubungan dengan hal macam ini saya pernah membantu teman yang merasa sulit sekali menemukan orang yang cocok untuk menjadi pacarnya. Tiap kali melakukan pendekatan selalu berakhir dengan kesimpulan, ‘dia tidak cocok untukku’. Yang saya katakan kepadanya begini waktu itu, “Kalau kamu ingin medapatkan gadis impianmu, kamu harus merubah CARA BERPIKIR-mu, KOSA KATA-mu dan MENJADI pemuda impian gadis-gadis atau MENJADI PRIBADI yang tepat untuk gadis impianmu.”

Tantum Quantum

Tantum quantum kalau diterjemahkan dalam bahasa Jawa artinya ‘sak madya’, ‘sak cukupe’. Bahasa Indonesianya, secukupnya, tidak kurang tidak lebih. Dalam proses ‘menjadi’ tadi, saya lalu mencari informasi tetang bagaimana melakukan diet yang sehat, tentang kebutuhan tubuh, tentang mekanisme asam lambung dan sebagainya. Dari informasi itu sampailah pada kesimpulan bahwa saya harus bisa mengetahui kebutuhan tubuh saya akan makanan yang saya perlukan untuk aktivitas hari itu dan seberapa banyak saya memasukkan makanan ke dalam tubuh saya. Kesimpulannya ada pada kata ‘secukupnya’. Bagaimana dengan rasa lapar?

Program umum bawah sadar manusia kalau merasa lapar adalah makan. Reprograming otak saya rupanya cukup berjalan. Kalau saya merasa lapar, saya tidak akan serta merta makan dan menghilangkan rasa lapar dengan memasukkan makanan ke dalam lambung saya sampai saya tidak lagi merasa lapar. Saya mulai dengan menu makan pagi secukupnya lengkap dengan nasi plus sayur atau lauk. Siang hari makan sayur dan atau buah secukupnya. Sore hari juga demikian. Kadang sekitar jam lima sore saya minum kopi ( asli ) agar malamnya tidak terlelap sebelum jam 12 malam. Artinya saya juga sedikit mengurangi tidur untuk aktivitas yang berguna tentunya. Saya mengurangi makan-makanan yang berlemak. Semuanya dengan tujuan agar tubuh saya tetap sehat dan ideal.

Rasa lapar tidak lagi mengendalikan saya untuk makan atau tidak makan. Pikiran saya yang sekarang mengendalikan apakah saya membutuhkan asupan makanan, seberapa banyak yang harus saya makan dan asupan macam apa yang kiranya sehat untuk saya makan. Pendek kata, saya memiliki kebebasan batin untuk memilih, bukan lagi dikendalikan oleh dorongan alami dari tubuh. Jadi kalau di sore hari muncul rasa lapar, saya akan tetap makan secukupnya. Artinya, untuk tidur malam hari kira-kira saya membutuhkan 150 kalori, maka saya tidak akan makan sepiring nasi goreng yang mengandung kurang lebih 700 kalori. Dengan bahasa spiritualitas bisa saya katakan begini: saya menerima rasa lapar dengan damai dan memenuhi kebutuhan tubuh saya secukupnya agar saya tetap sehat dan dapat beraktivitas dengan normal. Kalau sudah begini maka satu langkah lagi saya merasakan bahwa kebebasan batin itu sungguh indah.

Hasilnya? Sekarang saya bisa mengencangkan tali sepatu dengan enak dan mudah, kalau BAB bisa berjongkok dengan santai, badan terasa ringan dan segar. Berjalan agak jauh tidak ngos-ngosan, makan sedikit atau banyak tidak takut gemuk. Mengapa harus memakan waktu yang lama untuk turun berat badannya, sementara ada banyak tawaran obat yang bisa menurunkan berat badan dengan cepat dan ( aman )? Jawabnya : saya memang memilih bukan jalan pintas. Itu saja.

FORGIVING : Langkah Awal Penyembuhan Luka Batin

Aku sedang bersama Pastor Ketua Badan Kerjasama Sekolah (BKS) YPK Kevikepan Surakarta mempersiapkan LPJ pengurus BKS periode 2007-2009, di ruang pertemuan kantor Yayasan Kanisius Cabang Surakarta, ketika Hp-ku bergetar menandakan ada SMS masuk. Sejenak tergetar aku mengetahui bahwa pengirimnya adalah seseorang yang pernah menorehkan lukisan indah tentang kehidupan dalam kanvas sejarah hidupku. Bulan Maret sepuluh tahun yang lalu aku memberitakan sesuatu yang meretakkan bejana hatinya dan mengoyakkan hubunganku dan dia. Amat singkat aku menulis pesan via email kepadanya, “I’m a married man.” “Aku sudah menikah.” Kata-kata itu telah cukup lama aku simpan sejak aku menikah setahun sebelumnya. Cinta mati yang pernah aku ikrarkan padanya tiba-tiba menjadi tusukan tajam tepat pada pusat harga dirinya. Aku tidak bisa membayangkan apa persisnya yang terjadi setelah itu berita itu.

Aku sudah sangat lama menanti ungkapan yang ada dalam pesan singkat itu, forgiving, memaafkan. Bukan pertama-tama menunggu aku dimaafkan tapi lebih menanti dia memaafkan karena aku percaya Tuhan telah memaafkan aku dan aku juga telah memaafkan diriku sendiri. Menjelang hari Rabu Abu 2010, dia mengatakan bahwa dia memaafkan aku dan memaafkan dirinya sendiri meski hatinya masih terluka. Tentu saja bekas luka itu akan tetap menghiasi bejana hidupnya. Baginya, memaafkan merupakan suatu proses perjuangan. Aku memahami itu.

Pengalaman bersama dia memberikan pelajaran mendasar bagiku tentang mencintai, tentang luka hati, tentang sakit, tentang memaafkan, tentang kesetiaan dan tentang hidup yang lainnya. Kali ini aku akan bicara tentang memaafkan yang membebaskan belenggu luka-luka hati yang menimbulkan kepedihan dan kesakitan itu.

Rasa sakit sesakit-sakitnya melampaui rasa sakit fisik yang pernah aku alami adalah ketika aku menyadari telah menyakiti orang yang sangat aku cintai. Seluruh jiwa dan ragaku benar-benar merasakan sakit itu. Sakit dalam jiwaku sampai berimbas pada tubuhku yang kadang menggigil, bergetar. Keinginan paling kuat adalah keinginan untuk mati. Aku benar-benar menderita karena beban batin yang sangat berat, menyesakkan, memalukan, menghancurkan semua bangunan kepercayaan diri dan juga bangunan kesombonganku. Pada saat bersamaan aku telah menghancurkan hubunganku dengan orang tuaku, dengan lembaga yang membesarkanku, dengan orang-orang yang aku cintai dan yang paling menusuk pusat keberadaanku sebagai seorang pribadi manusia adalah karena aku telah mengkhianati orang yang paling aku cintai.

Selama tiga bulan aku bergulat dengan kehancuran diri. Secara alamiah selama bergulat itu, aku membangun kekuatan untuk menghadapi semuanya dengan memohon campur tangan pemberi hidupku. Keinginan yang begitu kuat untuk mati karena tidak kuat menanggung beban psikis dan rasa sakit jiwa itu membawaku pada titik di mana aku tidak lagi takut merasakan rasa sakit fisik. Sakit fisik akan otomatis berhenti bila ambang batas rasa sakit itu telah terlampaui dan orang akan pingsan. Aku merasa bahwa aku sebenarnya sudah mati, sudah habis, sudah tak berharga lagi di mata dunia ini. Aku telah menghancurkan bangunan hidupku sendiri. Beruntung bahwa aku tidak sampai menjadi gila karena baban psikis itu. Allah yang telah menciptaku turun tangan. Aku dihidupkan lagi. Bejana hidupku yang sudah hancur berantakan disatukan lagi. Dia mengatakan kepadaku, “Engkau berharga di mata-Ku.”

Moment itu merubah total cara pandangku terhadap apa yang aku alami dan terhadap kebodohan yang menghasilkan penderitaanku. Aku menderita karena kebodohanku sendiri dan aku merasa sudah tidak layak lagi hidup di hadapan manusia mana pun di dunia ini. Tetapi, Tuhan melihatnya dengan cara lain. Di hadapan-Ny aku tetaplah manusia yang Dia cintai. Aku serahkan secara total hidupku, jalan hidupku kepada-Nya. Itu adalah saat aku merasakan bagaimana berserah diri total kepada Allah yang membebaskan aku. Aku merasa terangkat, aku merasa bahwa hidupku sebenarnya tidak sia-sia. Aku melihat terang lagi. Sehancur-hancurnya hidupku aku masih tetap hidup. Dan aku diciptakan bukan tanpa tujuan. Maka aku hidup lagi.

Sejak itu pula aku tidak takut mati. Tidak takut kehilangan. Tidak takut merasakan sakit fisik karena bila sudah melampaui ambang batas daya tahan pasti aku akan pingsan dan dengan demikian aku selamat. Yang harus aku lakukan terus-menerus adalah memaafkan diri sendiri. Tentu saja aku minta maaf kepada semua pihak yang telah aku sakiti. Entah mereka sudah memaafkan aku atau belum aku tetap yakin bahwa Allah telah memaafkan aku. Memaafkan diri itu juga tidak seketika selesai. Aku semakin yakin bahwa untuk bisa membebaskan diriku sendiri dari rasa bersalah adalah dengan memaafkan, tidak ada cara lain. Dan memaafkan itu merupakan jalan penyembuhan.

Aku tidak tahu persis apa yang dialami oleh orang yang telah aku lukai. Aku hanya bisa menduga bahwa tentu amat sakit dikianati oleh orang yang paling dia cintai. Aku hanya tahu bahwa dia sangat terluka dan tidak segera bisa memaafkan aku. Kiranya Dia yang dulu menghidupkan aku lagi telah turun tangan atau lebih tepatnya dia telah memberi kesempatan pada-Nya untuk turun tangan. Aku berharap, dengan memaafkan aku, dia akan sembuh dari sakitnya dan ada damai di dalam hatinya.

Aku Memang Sombong

Agak sedikit berkelakar aku mengatakan kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang bersama-sama mempelajari spiritualitas Ignasian pada suatu malam di ruang doa SMK Grafika, Solo. Aku bilang begini, “Saya ini batal menjadi seorang pastor karena empat hal. Dari total 100% penyebab batalnya, 25%-nya, adalah suatu misteri. Saya tidak tahu pasti kenapa, karena itu wilayah panggilan dan kehendak-Nya. 25% berikutnya karena saya sombong. 25% ketiga karena saya sangat sombong dan 25% berikutnya karena saya terlalu sombong.” Tidak berarti bahwa aku sekarang sudah terbebas dari godaan dan kejatuhan dalam kesombongan. Tidak berarti pula bahwa orang yang batal menjadi pastor meskipun sudah bertahun-tahun menyiapkan diri itu juga karena kesombongan. Aku juga tidak mewakili ataupun mengatasnamakan para mantan calon pastor. Ini sungguh-sungguh pengalaman pribadi saja. Empat belas tahun saya ada dalam proses itu dan jatuh dalam kesombongan yang fatal dan membalikkan semua arah hidupku.

Mengapa manusia itu sombong? Apa sebenarnya kesombongan itu? Megapa sering kali orang tidak sadar kalau dirinya sombong dan menyadari ketika sudah terjungkal akibat kesombongannya? Satu hal yang aku semakin pahami adalah bahwa kalau aku sombong itu dapat digambarkan aku sedang berpijak pada awan-awan, pada sesuatu yang semu, suatu saat aku pasti akan jatuh. Dan ketika menyadari sudah jatuh itu, kalau sadar, tidak jarang pula aku menyadari betapa bodohnya aku.

Menjadi sombong itu tidak sama dengan bangga secara wajar terhadap keberhasilan atau prestasi yang diraih dengan sungguh-sungguh. Menjadi sombong tidak sama pula dengan mengatakan yang sebenarnya kelebihan-kelebihan objektif yang dianugerahkan Tuhan pada diri sendiri. Menjadi sombong biasanya dimulai dari merasa bahwa semua hal yang kita miliki, keberhasilan-keberhasialn kita, kelebihan-kelebihan kita itu semata-mata karena usaha kita sendiri terlepas dari campur tangan Allah sebagai sumber dari hidup dan segala hal yang ada di alam semesta ini. Aku tidak akan membicarakan seterlalu apa kesombonganku. Aku hanya akan menceritakan bahwa kesadaran telah menjadi sombong itu bisa menjadi saat belajar untuk menjadi rendah hati. Sepertinya kecenderungan menjadi sombong itu memang sudah melekat dalam keberadaan manusia.

Aku masih ingat betul ketika aku bergulat keras mengusir perasaan merasa lebih baik dari teman-teman yang lain setelah menjalani minggu pertama dalam rangkaian retret selama 30 hari. Aku sadar betul bahwa ada di dalam pikiranku aku tidak semestinya merasa lebih baik dari teman yang lain, tapi pikiran itu terus bercokol di dalam diriku. Ada perasaan yang melekat di dalam hatiku. Itu pertama kali aku mengalami konflik batin dalam hal kesombongan. Dengan akal sehat, aku mengatasinya, bahwa aku memang berhasil melawati minggu pertama, tapi orang lain pun mendapat kesempatan yang sama.

Pengalaman merasa dirontokkan bangunan kesombonganku sekaligus jadi pengalaman indah sepanjang hidupku adalah ketika aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang mahasiswi kedokteran di awal aku mulai kuliah filsafat. Sebelumnya aku selalu merasa pasti bisa memikat gadis-gadis jika aku mau. Aku merasa mampu untuk itu. Tentu aku bangga sekali karena kemampuan itu. Aku benar-benar merasa kena batunya ketika aku benar-benar jatuh cinta pada seorang gadis bukan karena aku telah memikatnya atau bukan karena sesuatu yang ada dalam diriku. Di hadapannya aku tidak punya apa-apa untuk memikatnya. Aku benar-benar merasa nol besar. Pengalaman ini menuntunku pada kesadaran bahwa sebenarnya ndak ada yang bisa kusombongkan karena semua yang ada padaku tak lain dan tak bukan adalah milik-Nya.

Ini yang aku lukiskan saat itu ketika suatu hari aku harus mengakui betapa aku telah begitu sombong dalam hal ini. “Apa yang semuanya kubanggakan selama ini tidak ada artinya apa-apa jika aku tidak memiliki cinta kasih. Ketampananku, kepandaianku, kekayaanku tiada artinya lagi tanpa cinta kasih. Di hadapan ... ( gadis itu ) semua yang kumiliki rontok, tak ada yang dapat kubanggakan. Dia adalah Permata Embun yang terlalu indah dan terlalu berharga, jauh dari jangkauanku. Aku merasa rendah diri. Kesombonganku adalah anggapanku bahwa dengan tampangku dan kemampuanku aku bisa menaklukkan gadis-gadis cantik. Keliru total. Itu semua kesombongan. Lalu apa yang masih tersisa dalam diriku? Sesuatu yang harus kusyukuri : bahwa aku belajar mencintai; aku belajar merasa dicintaiNya. Menemukan bahwa cinta kasih itulah yang paling berharga membuatku gembira dan damai. Aku tidak boleh takut mencintai siapa saja dengan sepenuh hati.”

Sombong itu tidak kenal waktu, tidak kenal wilayah, tidak kenal tatanan. Enam tahun setelah aku menjadi orang biasa ( bukan calon pastor ), aku dikejutkan oleh pukulan telak dalam kesadaranku. Rupanya setelah keluar dari lingkungan para calon pastor aku diam-diam mengamati dan menilai pribadi-pribadi yang terlibat dalam pelayanan umat terutama para pro diakon yang membantu para pastor paroki melayani umat di bidang liturgi. Aku mulai merasa pintar dan lebih bisa dari mereka terutama dalam hal menjabarkan isi Kitab Suci. Akus sering menilai kotbahnya para pro diakon itu kurang mutu atau bahkan ada yang bener-bener ancur-ancuran. Meski waktu masih jadi calon pastor aku paling takut kalau mendapat giliran latihan kotbah, tapi setelah mejadi orang biasa aku justru merasa bisa berkotbah. Selama eman tahun itu terjadi proses internalisasi dari apa yang aku pelajari tentang spiritualitas selama 10 tahun. Dalam banyak hal aku menemukan pencerahan dalam menghayati spiritualitas Ignasian.

Kukira Dia yang telah bersusah payah mendidikku selama 14 tahun tidak tahan dengan kesombongan rohani yang sedang menjeratku. Pada saat aku berbangga diri menjadi orang yang lebih pinter itu Dia bertanya kepadaku dengan sangat jelas: “Kalau kamu memang lebih baik, dan memang lebih baik karena diberi kesempatan belajar bertahun-tahun di bidang itu, tapi kenapa kamu diam saja dan bersembunyi? Mana yang lebih baik, mereka yang tidak baik karena memang tidak dipersiapkan secara khusus untuk itu tapi mau memberikan diri untuk melayani atau kamu yang memang baik tapi tidak berbuat apa-apa untuk-Ku?” Sejak saat itu aku tidak pernah menilai jelek mereka-mereka yang mau melayani. Aku sangat menghormati mereka sebagai pribadi yang dipanggil dan mau menanggapi panggilan itu untuk melayani orang lain. Juga bila ada pastor yang kotbahnya tidak mutu, aku selalu mengatakan tapi ya itulah yang mau jadi pastor.

Akhirnya aku selalu mencoba kembali ke Asas dan Dasar yang dirumuskan oleh St. Ignatius Loyola. “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia, untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu manusia harus mempergunakannya, sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi, dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut, sejauh itu merintangi dirinya. Oleh karena itu, kita perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada pada kita dan tak ada larangan. Maka dari itu dari pihak kita, kita tidak memilih kesehatan lebih daripada sakit, kekayaan lebih daripada kemiskinan, kehormatan lebih daripada penghinaan, hidup panjang lebih daripada hidup pendek. Begitu seterusnya mengenai hal-hal lain yang kita inginkan dan yang kita pilih ialah melulu apa yang lebih membawa ke tujuan kita diciptakan.” ( LR 23 )


Lepas bebas itu bukan tanpa pamrih. Selalu ada pamrih dalam setiap tindakan kita yaitu demi kemuliaan Allah yang lebih besar ( AMDG ). Bila itu yang terjadi maka manusia akan mencapai kebebasan batin. Orang sungguh mencapai kebebasan batin bila di hadapannya, menjadi sombong dan menjadi rendah hati adalah dua pilihan bebas. Dia memiliki kebebasan untuk memilih menjadi sombong atau menjadi rendah hati. Dia juga tahu konsekuensi dari pilihan itu.

Awas... jangan!

Dalam suatu kesempatan sarasehan dengan beberapa orang tua tentang luka-luka batin masa kecil yang dapat menghambat seseorang untuk memperdalam hidup rohani, ada dua orang bapak yang mensharingkan pengalaman mereka dalam mendidik anak-anak mereka yang saat itu sudah menjadi dewasa. Keduanya mensharingkan pengalaman yang serupa dalam mendidik anak mereka waktu kecil. Anak yang semasa kecilnya terlalu dilindungi ketika sudah dewasa menjadi orang yang kurang memiliki keberanian untuk memutuskan dan mengambil resiko, cenderung tidak mandiri dan kurang percaya diri. Orant tua terlalu protektif. Sedangkan anak yang lebih banyak diberi kebebasan untuk berkembang sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya, setelah dewasa menjadi orang yang lebih mandiri dan percaya diri. Dalam hal ini orang tua tidak terlalu protektif.
Adakah batasan antara terlalu protektif dan tidak protektif? Jawabannya terletak pada kebijaksanaan orang tua. Kebijaksanaan ini seyogyannya dilandasi dengan pengetahuan mengenai perkembangan anak sehingga kapan harus protektif dan kapan harus berani memberikan peluang bagi anak untuk menjajal otonominya sungguh seimbang.

Dr. Ava L. Siegler, Ph.D., ahli psikologi anak dalam buku The Essential Guide To The New Adolescence, memberikan langkah-langkah bijak bagi orang tua dalam memberikan perlindungan sejalan dengan pertumbukan dan usia anak.

1. Anak umur 0-1,5 tahun
Pada umur ini anak membutuhkan keterlibatan total dari orang tuanya. Seorang bayi, masih sangat tergantung pada tindakan orang tua entah itu bujukan, hiburan, dekapan dan sebagainya agar dia merasa nyaman. Adalah sangat tidak bijaksana apabila ada orang tua yang mencoba bersikap keras terhadap bayi dengan harapan bayi akan tumbuh tegar dan kuat. Perlakuan itu justru dapat menimbulkan hasil yang bertentangan dengan yang diinginkan. Bayi akan menjadi tergantung dan rewel. Seorang bayi akan tenang dan makin lama makin bisa berbaur dengan lingkungannya bila diperlakukan dengan lembut dan penuh perlindungan. Dalam hal ini orang tua perlu memperhatikan dengan cermat sinyal bayi agar orang tua tahu tingkat keterlibatan yang dibutuhkan si bayi. Misalnya, kalau bayi menangis karena pipis, maka orang tua harus cepat bertindak mengganti popok. Tapi bisa juga bayi merengek saja, maka orang tua cukup dengan menenangkan saja ( misalnya dengna kata-kata yang menenteramkan, “Ya, sayang. Mami ada di sini sedang mencuci ya. Bentar lagi selesai.”)
Setelah bayi memulai latihan ketrampilan motoriknya seperti duduk, merangkak, dan berjalan, orang tua mungkin akan sulit menentukan batasan antara terlalu protektif dan tidak protektif. Orang tua manapun pasti berpikir bahwa keamanan selalu merupakan prioritas utama bila berhubungan dengan bayi. Akan tetapi perlu diingat juga bahwa bayi perlu mengambil beberapa risiko untuk tumbuh dan berkembang. Terlalu melindungi anak pada saat dia belajar berjalan atau merambat, akan berpengaruh pada kemampuan anak untuk menghadapi resiko dan menentukan pilihan. Jika anak yang berusia 7 bulan berdiri dengan berpegangan pada jeruji boks, dia ingin memberitahu orang tuanya bahwa dia sudah siap menerima tantangan fisik, walaupun dia masih perlu bantuan untuk bisa duduk kembali.

2. Anak umur 1,5 - 3 tahun
Pada usia ini anak mulai bergerak lincah dan rasa ingin tahu mendorongnya untuk menjelajahi lingkungan sekitarnya. Dalam masa ini keselamatan merupakan hal paling penting bagi orang tua. Pengawasan penuh dan hati-hati harus dilakukan. Akan tetapi, terlalu banyak mengatakan “jangan”, “awas”, “tidak boleh” pada usia ini justru akan menghambat rasa ingin tahu yang merupakan dorongan alamiah untuk belajar yang akan mempengaruhi motivasi normal untuk berprestasi. Apabila orang tua terlalu khawatir terhadap gerak anak-anak ini dan melarang anak untuk bereksplorasi, mencoba ini itu, maka ada kemungkinan daya inisiatif dan kreativitas anak akan tidak berkembang secara optimal. Banyak orang dewasa yang sulit membuat keputusan untuk dirinya sendiri karena di masa kecilnya terlalu diproteksi oleh orang tuanya.
Jika demikian, adakah cara mendorong otonomi anak tanpa mengabaikan keselamatan anak? Tentu saja ada. Kita dapat menggunakan perkembangan kecerdasan anak untuk mengajarinya tentang sikap kehati-hatian yang wajar dan tepat. Sebagai contoh, orang tua tidak sekedar berteriak, ‘Jangan!’ pada anak sewaktu anak meraih cangkir yang penuh dengan kopi panas. Sebaliknya, orang tua dapat memberikan penjelasan dengan penuh perhatian, “Dhik, kopinya masih panas sekali ini. Kalau kena tangan nanti bisa sakit. Sesuatu yang panas, bisa membuat kamu sakit, seperti kompor yang panas, api lilin, dan sebagainya. Coba kamu pegang dikit tapi jangan lama-lama ya. Nah panas khan?”
Anak-anak belajar dari pengalaman. Kalau orang tua melindungi anak dengan tak pernah semenit pun melepaskannya dari pengawasan, itu artinya orang tua itu terlalu protektif. Itu membuat anak terlalu tergantung kepada orang tua untuk memproses informasi tentang keadaan sekelilingnya dan tidak mendorongnya untuk berpikir bagi dirinya sendiri melalui situasi-situasi baru.
Tentu saja masih ada banyak cara lain untuk memberikan peluang anak belajar menguji otonominya dengan cara yang aman. Menciptakan lingkungan yang aman bagi anak, misalnya. Daripada melarangnya bermain di bak pasir, lebih baik membersihkan pasirnya dari kotoran-kotoran atau benda-benda berbahaya sebelum dia masuk ke dalam bak itu. Daripada berkata ‘jangan !’ setiap kali dia menarik kabel peralatan listrik, lebih baik amankan ruangan sehingga anak bebas menjelajahinya tanpa takut menghadapi masalah. Anak akan matang lebih cepat jika orang tua menyediakan beberapa peluang untuk kebebasan yang aman tetapi tetap di bawah pengawasan.

3. Anak umur 3 - 6 tahun
Dalam tahap ini anak harus belajar mengenai pelajarn hidup yang penting. Pada usia ini, kepribadian anak mulai terbentuk dan bisa dijadikan ukuran untuk menentukan jenis keterlibatan yang diperlukannya dari orang tua. Secara fisik anak yang berani dan tak bisa diam mungkin perlu bantuan untuk belajar bagaimana cara mengendalikan dorongan-dorongannya. Misalkan anak berlompatan di tempat yang cukup tinggi dengan landasan yang keras. Daripada mengatan “Awas jangan lompat!” Kita bisa mengatakan, “Di situ terlalu tinggi, kalau jatuh di tempat keras nanti bisa sakit. Coba lompatnya di rumput itu saja.” Untuk anak yang agak penakut orang tua harus memberikan dorongan untuk percaya pada kemampuan fisiknya. Misalnya dengan mengatakan, “Lompatan itu tinggi. Tapi saya kira akan aman karena kamu akan mendarat di pasir. Kalau kamu ingin coba, saya akan menyambut kamu kalau jatuh.”
Umur 3-6 tahun adalah umur di mana ketrampilan sosial anak-anak perlu dikembangkan. Untuk anak yang pemalu, orang tua perlu memberikan dorongan agar anak berani dan merasa percaya diri berhadapan dengan orang lain. Misalnya dengan menatakan, “Bu Dewi tadi senang lho waktu kamu menyapanya. Dia benar-benar senang sama kamu.” Untuk anak yang terlalu ramah, orang tua perlu mengajari untuk sedikit membatasi atau mengarahkan keramahannya pada tempat yang pas. Contohnya, “Kamu boleh mengucapkan salam kepada semua orang, tapi tidak boleh duduk di pangkuan orang yang baru kau kenal.”
Pada umumnya dalam masa pertumbuhan ini, ketrampilan sosial anak perlu dipoles. Anak masih memerlukan orang dewasa atau orang tua untuk mengatur jadwal bermain dan aktivitas-aktivitasnya. Akan tetapi hindari untuk mencampuri dan mengendalikan permainan mereka. Pada masa ini anak harus mulai dilatih mengatur dirinya sendiri dan menikmati otonominya.
Pada masa ini pula anak sudah cukup besar untuk berinteraksi dengan orang dewasa misalnya tetangga, guru, pelayan toko, tukang becak dan sebagainya. Akan tetapi anak masih terlalu polos dan mudah untuk dibohongi. Ini merupakan saat yang tepat untuk menanamkan aturan-aturan dasar tentang keselamatan dirinya. Misalnya sehubungan dengan orang asing, anak diberitahu harus bagaimana, “Jangan menerima makanan dan minuman dari siapa pun yang tidak kamu kenal.” “Jangan pergi dengan orang asing tanpa sepengetahuan ayah dan ibu.”

4. Anak umur 6 - 9 tahun
Ini adalah usia anak sekolah di mana ia harus belajar berpikir untuk diri mereka sendiri.
Tahun-tahun antara umur 6 dan 9 merupakan masa yang penting untuk pencapaian ketrampilan intelektual dan sosial. Pada umumnya orang tua akan mendorong anak untuk belajar keras dan berprestasi pada masa ini. Tidak jarang pula anak menjadi sangat setres karena tuntutan orang tua. Ada pula orang tua yang terlibat terlalu aktif untuk mengerjakan PR anak sampai tidak ingat bahwa yang bertanggung jawab untuk belajar adalah anak bukan orang tuanya.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan rumah dari sekolah ini, banyak terjadi perang antara anak dan orang tua. Si anak suka menunda untuk mengerjakan sedangkan si orang tua sangat cemas kalau nilai anak jelek. Orangtua yang terlalu ambisius untuk anaknya biasanya menjadi cemas dengan kinerja anaknya sampai akhirnya mereka mengerjakan tugas-tugas anaknya. Bila ini yang terjadi, anak akan dirugikan karena merasa usahanya tidak ada harganya, tetapi juga membuat gurunya jadi tidak mengetahui perkembangan anak yang sebenarnya.
Masa-masa ini juga merupakan waktu bagi orang tua untuk tidak lagi mengatur waktu main atau main dengan siapa. Orang tua harus mulai mendorong anak untuk membuat rencananya sendiri. Misalnya dengan menanyakan, “Jam berapa nanti kamu akan mengerjakan PR-nya?” Dengan cara itu, anak tidak merasa disuruh tapi mau tidak mau dia akan berpikir untuk mengatur dirinya.

5. Anak umur 9 - 12 tahun
Pada umumnya anak pra remaja akan menantang perlindungan dari orang tua. Menurut Dr. Ava, saat anak mendekati masa remaja, adalah normal jika mereka menolak usaha orang tua untuk melindungi mereka. Ini merupakan gejala normal anak berlatih mengatur diri sendiri tanpa campur tangan orang tua. Hal itu jangat diartikan sebagai mau melawan. Ini adalah suatu perkembangan yang sangat penting sebagai langkah awal menuju otonomi masa dewasa. Akan tetapi orang tua tetap harus memberikan perhatian pada hal-hal yang akan membawa mereka ke arah yang salah misalnya bagaimana memanfaatkan internet. Melarang anak belajar memanfaatkan internet tentu tidak bijaksana. Tetapi membiarkan anak bebas mengakses apa saja juga tidak bijaksana apalagi untuk hal-hal yang mereka sendiri belum memahami sepenuhnya. Mengarahkan anak agar memanfaatkan internet untuk hal-hal yang berguna secara lugas akan jauh lebih bermanfaat daripada sekedar melarang begitu saja tanpa memberikan penjelasan mengenai bahaya dan akibat-akibat lainnya.

Untuk anak-anak pada umur ini, melebihi masa sebelumnya, orang tua harus mengemukakan harapan-harapannya pada anak-anak, menegaskan kembali nilai-nilai dan standar-standar nilai yang baik yang diyakini orang tua. Meskipun demikian, tetap penting untuk membiarkan anak pra remaja mengambil peluang dan kemungkinan berbuat salah. Banyaknya jumlah perlindungan yang sering diikuti dengan sedikitnya jumlah kebebasan pada usia ini bisa menimbulkan tindakan yang oleh Dr. Ava disebut lie or defy (berbohong atau menentang). Pembatasan yang tidak masuk akal bisa membuat anak menghindar atau tak mau mengakui perbuatannya secara terbuka. Hal ini bisa menciptakan suasana saling tidak percaya dan konflik dalam keluarga. Yang lebih buruk lagi adalah, terlalu memberikan perlindungan pada usia ini bisa mengakibatkan anak pra remaja yang begitu bergantung pada keluarganya, sampai tak bisa berpisah dari keluarganya. Terlebih lagi, tak bisa menciptakan hubungan baru dengan anak-anak seusianya atau membangun karakter yang merupakan perkembangan wajib yang penting pada masa remaja.

Pertanyaannya: apakah Anda orang tua yang terlalu protektif atau tidak? Jawabannya ada pada Anda. Orang tua yang sukses adalah orang tua yang mampu mendidik anak menjadi pribadi yang bisa mengurus dirinya sendiri. Bila diibaratkan seperti burung, orang tua harus mengizinkan anak menguji sayapnya. Orang tua tidak mendorongnya keluar dari sarang sebelum dia dipersiapkan untuk terbang. Dia juga tidak menahannya ketika si anak sudah siap untuk terbang.

CREDIT UNION : Bukan Koperasi Biasa!

BUKAN KOPERASI BIASA

“Apa bedanya Credit Union (CU), Koperasi, dan BPR?” salah satu undangan yang hadir bertanya. Sebelum Ibu Manager CU, memberikan penjelasan panjang lebar mengenai perbedaan secara teknis antara CU dan bank, Bapak Alex, Ketua Pengurus CU Esthi Manunggal sekaligus ketua rombongan dari Solo, menjawab dengan pernyataan singkat, “CU adalah lembaga keuangan dengan semangat koperasi dan dikelola dengan sistem seperti bank.” Itu adalah salah satu bagian dari acara sosialisasi Credit Union di Aula SMP Pangudi Luhur Salatiga pada tanggal 18 April 2010. Acara diprakarsai oleh ketua seksi Pengembangan Sosial dan Ekonomi Dewan Paroki St. Paulus Miki, Salatiga dengan mengundang CU Esthi Manunggal Surakarta sebagai narasumber dan dihadiri oleh undangan dari anggota dewan paroki dan para ketua lingkungan. Aku ikut hadir di acara itu selaku sekretaris pengurus CU Esthi Manunggal periode 2010-2012.

APA ITU CREDIT UNION?
Bila dirunut dari akar bahasanya ( bahasa Latin ) credere; credo yang berarti ‘mempercayakan’, ‘menyimpankan’, ‘memberi pinjaman’, ‘menaruh kepercayaan kepada,” serta kata ‘unio’ yang berarti ‘kesatuan’, ‘persatuan,’ bisa dikatakan bahwa Credit Union adalah persatuan orang-orang yang saling percaya dan mempercayakan sesuatu kepada orang-orang yang dipercaya. Orang bisa dipercaya mengandaikan bahwa orang itu bisa diandalkan dalam hal integritas pribadinya, kejujurannya, ketulusannya, ketelitiannya. Karakter seseorang pun ternyata tidak cukup untuk menjalankan suatu lembaga termasuk lembaga keuangan semacam Credit Union. Oleh karena itu harus ada sistem yang baku yang dipilih untuk dilaksanakan sehingga seluruh pengelolaan lembaga tidak tergantung pada pribadi-pribadi tertentu yang sedang menjadi pengurus. Banyak koperasi atau CU yang kacau balau karena sistem tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan tidak jarang beberapa pribadi pendiri atau pengurus menjadi sedemikian dominan dan dikultuskan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
Credid Union adalah lembaga usaha bersama di bidang keuangan yang dimiliki dan dikendalikan oleh semua anggotanya dengan tujuan untuk membantu para anggota mengelola uang mereka, melayani kredit dengan bunga yang terjangkau dan memberikan pelayanan bidang keuangan yang lainnya kepada para anggota dan masyarakat. Credit Union adalah lembaga keuangan yang mendasarkan pengelolaan bisnisnya pada nilai-nilai pemberdayaan ekonomi yang sangat cocok untuk mengangkat ekonomi rakyat. Credit Union adalah lembaga yang terbuka. Artinya, kebijakan lembaga dibuat, dilaksanakan dan dikontrol dengan sangat terbuka dan demokratis oleh anggota. Tujuan utama dari seluruh proses pengelolaan Credit Union adalah untuk kesejahteraan anggota.


Credit Union pertama kali didirikan di Jerman pada tahun 1864 oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen. Berdasarkan data dari World Council of Credit Unions, pada akhir tahun 2006 di seluruh dunia ada 46.377 Credit Union tersebar di 97 negara dengan total anggota lebih dari 186 juta orang. Credit Union membangun jaringan mulai dari tingkat lokal, nasional dan internasional sehingga keberadaan Credit Union ini tidak mudah goyah karena saling menopang dan bekerjasama.
Credit Union diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1968 oleh Pater C. Albrecht Karim Arbi, SJ. Saat ini Credit Union berkembang pesat di wilayah Bali, Jawa, Kalimantan dan Sumatera.

APA BEDANYA CREDIT UNION DENGAN BANK?
Perbedaan antara Credit Union dengan bank dan lembaga keuangan lainnya terletak dalam hal kepemilikan lembaga Credit Union. Semua anggota yang memiliki simpanan saham di Credit Union adalah pemilik Credit Union dan pengurus Credit Union dipilih dari dan oleh semua anggota secara demokratis dan bukan berdasarkan sedikit atau banyaknya uang yang disimpan di Credit Union. Meskipun berbeda dengan bank, Credit Union memberikan pelayanan seperti yang dilakukan oleh bank-bank pada umumnya seperti melayani anggota untuk menyimpan uangnya, atau melayani pinjaman untuk anggota.

APA KEUNTUNGAN MENJADI ANGGOTA CREDIT UNION?
1. Menjadi pemilik CU.
2. Memiliki hak suara atau mengambil keputusan di dalam Rapat Anggota Tahunan.
3. Memiliki hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus dan pengawas.
4. Mendapatkan layanan fasilitas dan jasa yang terbaik seperti : deviden, aneka produk pinjaman dan simpanan, dana-dana sosial, konsultasi keuangan, asistensi bidang usaha, pelatihan-pelatihan bidang keahlian teknis, workshop dan seminar untuk memberdayakan kemampuan kewirausahaan anggota.
5. SHU atau mendapat bagian dari surplus hasil usaha lembaga.

CREDIT UNION ( CU ) ESTHI MANUNGGAL - B.H. No. 14122/BH/KDK.11/XII/2006


CU Esthi Manunggal didirikan pada tanggal 12 Desember 2001 oleh Dewan Paroki San Inigo Dirjodipuran dan mendapatkan pendampingan teknis dari CU Sawiran. Tujuan utama pendirian CU Esthi Manunggal adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Saat ini CU Esthi Manunggal memiliki empat kantor pelayanan (TP) yaitu TP Solo / Pusat, TP Klaten, TP Sragen dan TP Magelang. Per 31 Desember 2009, CU mempunyai anggota 928 orang dan sekitar 1.800 calon anggota. Di tingkat wilayah Surakarta, CU Esthi Manunggal menjadi CU rujukan untuk studi banding dan learning community baik dari CU lain maupun dari institusi pendidikan. Visi CU ESTHI MANUNGGAL adalah menjadi Credit Union yang profesional, terpercaya, sehat dan kuat berdasarkan nilai-nilai pemberdayaan ekonomi masyarakat demi kesejahteraan anggota dan masyarakat pada umumnya.
APA YANG ISTIMEWA DARI CU ESTHI MANUNGGAL?
1. CU Esthi Manunggal terbuka kepemilikannya bagi siapapun ( wilayah Jateng ). CU bukan milik pribadi perorangan atau golongan tertentu.
2. CU Esthi Manunggal didirikan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Tujuan utamanya adalah mensejahterakan masyarakat, terutama para anggota CU.
3. CU Esthi Manunggal dikelola oleh para pengurus yang dipilih secara demokratis dan untuk operasional sehari-hari ditangani oleh Manager yang bersertifikat dan para karyawan yang profesional.
4. CU Esthi Manunggal dikelola dengan sistem manjemen standar internasional.
5. Hasil audit team auditor Inkopdit maupun dari Kanwil Dinas Koperasi Provinsi Jateng, menunjukkan bahwa CU Esthi Manunggal merupakan CU yang sehat:
- Tahun 2008 mendapat nilai 84,60 dari nilai maksimum 100 (auditor Inkopdit)
- Tahun 2009 mendapat nilai 88,90 dari nilai maksimum 100 (auditor Inkopdit)
- Tahun 2009 mendapat nilai 90,89 dari nilai maksimum 100 ( auditor Kanwil DinKop )
- Total aset CU per akhir tahun 2009 adalah Rp. 6,3 milyar.
6. CU Esthi Manunggal memiliki jaringan sampai di tingkat internasional.
7. Simpanan dan pinjaman anggota CU Esthi Manunggal dilindungi Daperma yang dikelola oleh Inkopdit.
8. CU Esthi Manunggal menempatkan pendidikan dan pemberdayaan sebagai landasan utama untuk memperbesar dan memperkuat lembaga.

BAGAIMANA CARA MENJADI ANGGOTA CREDIT UNION?

Datang ke kantor pelayanan terdekat dan Anda akan dilayani para karyawan untuk mengisi formulir lalu Anda akan dibukakan rekening ( buku Simpanan ) calon anggota. Anda akan dimintai beberapa persyaratan yang sangat mudah seperti foto copy identitas dan surat-surat lain sesuai dengan keadaan calon anggota.

Kantor Pusat CU Esthi Manunggal
Jl. Singolodro I/1, Gajahan RT 03/IV, Surakarta 57115
Telp. (0271) 654233

Kamis, 14 Mei 2009

Rosa Setigera


Rosa setigera

Climbing prairie rose, Climbing rose, Prairie Rose
Rosaceae (Rose Family)

The pink prairie rose has climbing branches 6–15 feet long, with straight, scattered prickles along the stems. Leaves are divided into 3–5 leaflets which are sharp-pointed and 13 inches long. The 5-petaled pink flowers are 2 inches across, with many yellow stamens. They grow in clusters at the end of stems, but often open 1 or 2 at a time. They sometimes grow in bowers extending 8 feet high and 10–15 feet long

Climbing or trailing;
Vulnerable - occurence at the fringe of its range or in restricted areas, but not a threatened species

Plant Characteristics
Duration: Perennial
Habit: Shrub
Leaf Retention: Deciduous
Size Class: 6-12 ft.
Size Notes: 6-15 feet tall.
Leaf Color: Dark Green
Autumn Foliage: yes
Fruit Color: Red

Bloom Information

Bloom Color: White , Pink
Bloom Time: May

Native Habitat: Open woodlands and thickets in Texas.

Growing Conditions
Water Use: Low
Light Requirement: Sun , Part Shade , Shade
Soil Moisture: Moist , Dry
CaCO3 Tolerance: Medium
Soil Description: Clay, Sand, Loam

Conditions Comments: Prairie rose is a thornless rose that is perfect for a location where it can ramble or climb. The single form, five petaled rosy flowers gradually fade to near-white creating a wonderful multi-hued effect. Many birds relish the showy, red fruit.

Texas comments: Prairie rose is a thornless rose that is perfect for a location where it can ramble or climb. Many birds relish the showy, red fruit. Older shoots and dead wood should be pruned after it blooms in the spring. The unwanted suckers should also be pruned out to keep this rose in check.

Benefit
Warning: Plant has thorns or prickles.
Conspicuous Flowers: yes
Fragrant Flowers: yes
Attracts: Birds
Deer Resistant: None

Selasa, 14 April 2009

SMK Grafika Solo

Untuk memperkenalkan SMK Ignatius Slamet Riyadi, sekolah membuat website baru : www.smkgrafikasolo.com. Diharapkan dengan munculnya web ini sekolah semakin exist di kota Solo.